Oleh: Nofria
Atma Rizki
Jalan yang masih belum bagus, listrik yang belum masuk, sarana pendidikan dan berbagai fasilitas umum yang belum memadai. Kondisi inilah yang dirasakan sebagian besar berbagai daerah di penjuru negeri ini termasuk beberapa wilayah kecamatan Mapat Tunggul dan Mapat Tunggul Selatan. Pemerintah seakan-akan kurang mempersoalkan kondisi ini,padahal serba keterbatasan inilah yang di alami masyarakat Mapat Tungul dan Mapat Tunggul Selatan di era yang penuh Modernisasi dan Teknologi ini.
Pemerintah Daerah seharusnya mampu memahami kondisi ini
dan mampu memberi jalan keluar ataupun altenatif dari masalah ini. Karena telah
diberi otonomi yang seluas-luasnya.
Pemerintah seakan-akan kurang jeli dalam melihat
persoalan Kec. Mapat Tunggul dan Mapat
tunggul Selatan. Mereka tidak mengutamakan daerah terpencil yang masih banyak butuh
perhatian dan pembangunan insfrastruktur.
Pemerintah boleh dikatakan lamban dalam membangun daerah terpencil untuk
menjadi kekuatan ekonomi
yang kuat sebagai penyeimbang dari daerah
lain. Padahal jika itu dilakukan akan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Ini akan merangsang pertumbuhan ekonomi
di berbagai bidang mulai dari Jorong, Nagari, Kecamatan, hingga Kabupaten yang
kalau kita lihat juga masih banyak ketetinggalan dari beberapa Kabupaten/Kota
di Sumbar ini.
Menjelang
penyusunan anggaran APBD , seharusnya
Pemerintah patut melakukan introspeksi dan koreksi
terhadap penyusunan anggaran APBD
yang mulai jauh dari harapan rakyat. Apalagi selama ini publik memiliki
ekspektasi yang besar terhadap pemerintah
saat ini . Seharusnya
mampu mengambil keputusan yang lebih pro-rakyat.
Faktanya, hal itu masih jauh dari harapan
Rakyat
. Masih jauh
dari “Suara Rakyat” nya .
Padahal
di era desentralisasi ini banyak persoalan daerah yang mesti disikapi. Salah
satu contoh penyusunan RAPBD
dan pengesahan APBD yang lebih
prorakyat. Begitu juga hal-hal yang berkaitan dengan kearifan lokal seperti
tanah ulayat agak kurang terdengar jadi
bahan kajian Pemerintah saat ini.
Pemerintah
berdalih dengan alasan keterbatasan
Anggran APBD. Lebih mengedepankan pembangunan Insfrastruktur ibu kota Kabupaten.
Ini tentu ada benarnya.
Namun
kebijakan ini juga tak terlalu berdampak banyak kepada Masyarakat pada umumnya.
Buktinya masih ada beberapa daerah butuh
waktu satu hari bahkan lebih untuk sampai ke ibu kabupaten. Sebagian Masyarakat
masih belum menikmatinya. Masyarakat masih kesulitan menjual hasil taninya dan
mencari informasi saat ini di karenakan transportasi dan komunikasi yang belum
lancar. Yang menyedihkan lagi, mereka menjual hasil taninya dengan harga yang
murah dan kebutuhan pokok yang mahal.
Kedepannya dalam penyusunan RAPBD kita berharap Pemerintah
harus mampu menyusun anggaran dan kebijakan yang lebih prorakyat, membangun
sinergi dengan seluruh komponen Masyarakat, menjadikan Masyarakat sebagai mitra
untuk mendorong percepatan pembangunan. Jejaring
dan sel-sel yang dimiliki Pemerintah
harus diaktifkan kembali mulai dari pusat,
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, nagari hingga
kejorongan. Kapasitas kepala-kepala
Dinas harus di perhatikan lagi.
Pemerintah juga bisa membangun
kemitraan yang lebih luas dengan berbagai elemen masyarakat seperti organisasi mahasiswa kedaerahan, ormas,
organisasi petani, organisasi profesi untuk membangun gerakan masyarakat sipil
yang kuat.
Intinya Pemerintah harus mampu mengambil keputusan yang lebih prorakyat.
Selalu mengedepankan kepentingan publik
dan mendengarkan suara rakyat dalam
menjalankan amanah .
"Penulis
selain masih kuliah di Universitas Negeri Padang juga aktif di
Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam dan sebagai Sekretaris Umum IMAMS Pasaman
2012".
0 Comments:
Posting Komentar